Senin, 26 November 2007

Keluarga Korban Aceh Temui Komnas HAM


Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) diminta agar segera melakukan penyelidikan terhadap 14 kuburan massal korban pelanggaran HAM yang baru ditemukan keluarga korban beberapa bulan lalu.

Tiga perwakilan keluarga korban didampingi oleh Komisi Untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras) bertandang ke Komnas HAM di Jl Latuharhari, Jakarta, Senin (26/11), menyampaikan pernyataan sikap mereka danmeminta agar Komnas HAM segera melakukan penyelidikan terhadap bukti baru tersebut.
"Komnas HAM agar segera bertindak untuk menginventarisasi masalah (bukti baru) tersebut, karena ada tradisi Islam yang kuat untuk menguburkan korban secara layak," kata Ali Zam Zami, Koordinator Solidaritas Persaudaraan Korban Pelanggaran HAM (SPKP HAM).
Komnas HAM diharapkan dapat menjembatani keinginan sebagian keluarga korban untuk menguburkan jenazah secara layak dan keinginan keluarga korban lainnya yang minta agar kasus pelanggaran HAM tersebut diusut tuntas.
"Ada upaya penghilangan bukti terjadinya pelanggaran HAM yang terjadi di Aceh pada masa Daerah Operasi Militer (DOM), pasca-DOM maupun pada Darurat Militer dan Darurat Sipil. Komnas HAM agar segera bertindak terhadap bukti ini," kata Ali.
Ia mengatakan, selain 14 kuburan massal tersebut, keluarga korban yang antara lain tergabung dalam lembaga swadaya masyarakat seperti SPKP HAM, K2HAU dan KKP HAM juga menemukan puluhan titik lain yang diduga juga menjadi tempat penguburan masal korban pelanggaran HAM.
Sejauh ini, upaya Pemerintah dan Komnas HAM dalam pengungkapan kasus pelanggaran HAM di Aceh dinilai kurang maksimal. "Padahal, penyelidikan atas kasus-kasus pelanggaran berat HAM merupakan kewajiban konstitusional. Pengungkapan dengan tercapainya keadilan bagi korban dijamin oleh UUD 1945, UU No.39/1999 tentang HAM dan UU No.26/2000 tentang pengadilan HAM," demikian bunyi pernyataan sikap yang dibacakan Ali Zam Zami.
Pemberian kompensasi terhadap korban pelanggaran HAM juga dinilai tidak
tepat karena tidak terarah dan tidak terukur, dimana pemberian kompensasi dilakukan dengan konsep 'pukul rata' baik bagi korban tsunami maupun korban kekerasan dengan mantan kombatan atau mantan milisi.
"Korban menolak adanya blood money yakni pemberian uang tanpa penyelesaian masalah pelanggaran HAM," kata Haris Azhar dari Kontras.
Komisioner Komnas HAM Yosef Adi Prasetyo dan Johny Simanjuntak yang menerima pengaduan tersebut menyatakan bahwa kasus pelanggaran HAM di Aceh sebenarnya telah dikaji oleh Komisioner sebelumnya. Tetapi hal itu tidak diterima di rapat pleno Komnas HAM karena banyak keberatan dari anggota komisioner.
"Oleh komisioner baru ini akan dilakukan kajian ulang dan akan ditentukan apakah perlu dilakukan kajian atau ditingkatkan menjadi penyelidikan," kata Yosef yang dikenal dengan nama Stanley.
Sementara itu, Johny mengatakan bahwa kasus besar seperti pelanggaran HAM di Aceh ini harus dibawa ke rapat pleno Komnas HAM untuk diputuskan seperti apa sikap bersama yang diambil komisioner baru tersebut.(Ant/OL-03)
Sumber : Media Indonesia online

0 komentar: